Kamis, 17 Juli 2008

Bahasa Indonesia, di mana Kedudukanmu???

Bahasa Indonesia yang tentunya tiap hari kita dengar dan gunakan di kalangan mana saja seringkali memiliki arti yang berbeda. Kebanyakan orang menganggap bahasa Indonesia itu mudah dan tidak perlu dipelajari lagi, bahkan banyak dari bahasa Indonesia sekarang ini yang diubah. Anak muda sekarang lebih menyukai bahasa Indonesia yang tidak baku atau disebut juga bahasa gaul. Contohnya kata gratisan menjadi gretongan, mobil menjadi boil. Fenomena ini sedikit banyak terpengaruh oleh tayangan-tayangan televisi yang tidak terkontrol. Tidak hanya itu, masyarakat Indonesia pun menganggap kebudayaan luar lebih baik daripada kebudayaan negeri sendiri.

Jika kita perhatikan, orang Jepang malah tidak merasa risih untuk menggunakan bahasanya. Bahkan mereka ingin memajukan kebudayaannya. Contohnya jika ada tamu datang ke Jepang, maka tamu tersebut harus menggunakan bahasa Jepang. Indonesia pun sebaiknya seperti itu “Harus ada regulasi yang mengatur tentang bahasa, seperti di Abudabi sudah ada regulasi yang mengatur tentang bahasa,” ujar Wahya, salah satu dosen Sastra Indonesia Universitas Padjajaran. Bahasa hendaknya digunakan sesuai dengan proporsinya. Kebanyakan masyarakat menggunakan bahasa Indonesia hanya untuk kepentingan pribadi semata. Rasa bangga menggunakan bahasa sendiri amatlah kurang, hal itu dikarenakan bahasa Indonesia dirasa sulit untuk dipelajari. Dalam bahasa Indonesia ada yang disebut kalimat baku dan tidak baku, penulisan dan penggunaanya pun berbeda.

Persoalan bahasa memang menjadi masalah kita bersama. Pada era globalisasi seperti saat ini, bahasa Indonesia seakan tergerus oleh bahasa asing. Seperti yang terjadi pada proses penerimaan pekerjaan, tes bahasa Indonesia seakan dilupakan. Padahal tidak menjamin semua orang Indonesia bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. ”Ada tes bahasa Indonesia dalam setiap tes pekerjaan, tidak hanya bahasa asing,” tutur Wahya singkat. Bahasa Indonesia memang lahir atas dasar politis, tetapi hal ini bukan menjadi alasan yang menjadikan kita malu untuk berbahasa Indonesia. Bahasa menjadi sebuah identitas suatu bangsa. Benturan hegemoni antara bahasa daerah, Indonesia, maupun bahasa asing menjadi tajam ketika ketiganya saling bersaing untuk memenangkan hegemoni tersebut. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi karena ketiganya mempunyai fungsi masing-masing.

Berkaitan dengan hal ini, Wahya berpendapat, “sebetulnya antara bahasa daerah, bahasa Indoneisa, dan bahasa asing mempunyai fungsi masing-masing, seperti bahasa daerah digunakan pada saat berkomunikasi di lingkungan rumah, bahasa Indonesia digunakan di lingkungan nasional, dan bahasa asing digunakan di lingkungan internasional,” ungkapnya. Dalam perkembangannya, kedudukan bahasa Indonesia mengalami pasang surut. Hal ini bisa dilihat dari kebanggaan masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia. Saat ini masyarakat menganggap media tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan masyarakat menilai dalam prakteknya media sering mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Jika dilihat dari gramatikalnya, hal tersebut jelas merusak tatanan bahasa Indonesia. Ketika para pemuda mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sungguh menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Perkembangan bahasa Indonesia sejak 1928 hingga saat ini, melaju begitu pesat. Kedudukannya pun dapat menaikkan citra bangsa Indonesia. Awalnya, pada saat bahasa Indonesia begitu dikembangkan menjadi bahasa nasional, orang-orang begitu merasa terhormat untuk menggunakannya. Pada saat itu bahasa Indonesia digunakan oleh orang-orang terpelajar. Menurut penuturan Oktarita, salah satu Duta Bahasa Indonesia, di era globalisasi seperti sekarang ini bahasa Indonesia sudah tidak menjadi bahasa yang high level lagi. Hal ini terjadi karena orang-orang lebih suka menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia dan orang-orang sekarang lebih menganggap bahasa Indonesia sebagai bahasa yang ecek-ecek. “Paradigma tersebut menyayat hati, seharusnya kita menanamkan kembali bahasa Indonesia menjadi bahasa yang high level,“ tuturnya.

Tidak ada salahnya menggunakan bahasa asing, tetapi jika kita lihat seharusnya penggunaan bahasa asing diletakkan sesuai pada tempatnya karena penguasaan berbagai bahasa tentunya akan menjadi gerbang dalam mencapai keilmuan. Pada kenyataanya, bahasa asing dianggap bahasa yang utama karena banyak masyarakat menganggap bahasa asing levelnya lebih tinggi. Sering kita jumpai di mall-mall, swalayan, hotel-hotel atau baligo-baligo yang ada di jalan yang menuliskan informasinya dalam bahasa asing. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat saat ini menilai bahasa Indonesia sebagai bahasa yang berada diurutan ke-2 setelah bahasa asing.

Cacang Supriatna, mahasiswa FISS Unpas membantah pernyataan tersebut. Menurutnya posisi bahasa Indonesia bukan berada di urutan ke-2, tetapi karena masyarakat menganggap sudah biasa menggunakan bahasa Indonesia, maka mereka sekarang memilih untuk mempelajari bahasa asing. “Lagipula tidak ada salahnya kita mempelajari bahasa asing selama kita bisa mempergunakan sesuai dengan proporsinya,” ujarnya. Anggapan bahwa mempelajari bahasa asing jauh lebih baik dibandingkan mempelajari bahasa Indonesia, hal itu dapat menurunkan citra bahasa Indonesia. Bisa berbahasa asing merupakan tuntutan-tuntutan dalam menghadapi era globalisasi. Hal itu membuat kita bertanya apakah era globalisasi merupakan bentuk penjajahan untuk negara kita? Berkaitan dengan hal ini, Ari, Duta Bahasa dari Jawa Barat berpendapat. “Globalisasi tidak menjajah kita, justru akan memperkuat nasionalisme kita dan akan mempertegas isi Sumpah Pemuda. Walaupun saat ini bisa dikatakan bahwa bahasa Indonesia sedang dalam keadaan bahaya karena adanya ancaman dari luar seperti pengaruh bahasa asing,” jelasnya. Masih menurut Ari, globalisasi biasanya mendorong masyarakat untuk melaksanakan dan mempertegas isi Sumpah Pemuda bahwa jati diri bahasa Indonesia adalah dengan digunakannya bahasa tersebut secara baik dan benar. Secara umum, bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang bisa digunakan secara proporsional di mana kita bisa menggunakannya atau sesuai situasi dan kondisi “Globalisasi merupakan proses penyeragaman untuk berbahasa asing, sehingga jika negara kita mengikuti arus itu maka tidak akan ada lagi keunikan di negara kita,” ujar M. Abdul Khak, Kepala Balai Bahasa Bandung menanggapi. Pertempuran hegemoni antar agama terasa semakin tajam, apakah Indonesia akan bernasib sama dengan Malaysia yang harus mengalah pada bahasa Inggris. Perkembangan bahasa Indonesia yang dirasa kurang mengalami kemajuan pada akhir-akhir ini memaksa pemerintah merancang sebuah regulasi yang mengatur tentang ketatabahasaan. “Sekarang ini pemerintah sedang merancang Undang Undang yang mengharuskan memakai bahasa Indonesia dalam papan nama atau plang-plang iklan,” ujar Wahya. Kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa Indonesia memang sudah disadari, tetapi apakah kita hanya akan sadar tapi tidak bertindak apapun, dan dimanakah posisi bahasa daerah? M. Abdul Khak menuturkan, “bahasa yang baik adalah bahasa yang dikatakan atau digunakan sesuai waktu dan tempatnya. Artinya kita tahu kapan dan di mana kita menggunakan suatu bahasa. Penggunaan bahasa memang sepatutnya melihat kondisi, karena hal ini bisa mencairkan suasana.” Persoalan penggunaan bahasa yang selalu menjadi perdebatan, mengingat pembelajaran bahasa dibutuhkan sebuah kebiasaan. Selain itu, efek globlasisasi yang membuat perkembangan bahasa Indonesia menjadi tersendat. Kenyataan bahasa Indonesia menemui kesulitan untuk berkembang, padahal seharusnya bahasa ini menjadi identitas bangsa. Rasa bangga terhadap bahasa Indonesia memang bukan persoalan naluiriah tapi merupakan sesuatu yang harus dibangun. Penggunaan bahasa Indonesia dapat menjadi sebuah identitas yang bisa membanggakan jika masyarakat Indonesia tidak merasa malu terhadap bahasanya. Seperti yang diungkapkan Khak, menurutnya bahasa bisa menjadi identitas. Seperti di Jepang atau Korea, di negara tersebut untuk yang berisi petunjuk jalan harus memakai bahasa mereka sendiri. “Kalo di kita kebanyakan pake bahasa Inggris, tapi kalo di Korea masyarakatnya merasa bangga terhadap produk dalam negeri,” ujarnya. Penggunaan bahasa yang sesuai tempat tentunya akan membuat bahasa bisa saling berdampingan tanpa harus saling membunuh, hal ini bahkan akan memperkaya khazanah intelektual. Bagaimana pun bahasa bisa menjadi gerbang pengetahuan, karena kebebasan informasi memaksa kita untuk bisa menguasai berbagai macam bahasa. “Mungkin bisa kita lakukan pemberian nama oleh bahasa Indonesia, kan di kita ada perumahan yang menggunakan bahasa Inggris. Menurut saya hal ini tidak baik bagi perkembangan bahasa Indonesia, nah di sinilah dibutuhkan regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatur hal itu,” ujar Wahya.
Sebenarnya, Indonesia beruntung karena memiliki bahasa persatuan yang resmi. Pintu internasional masih terbuka lebar untuk bahasa Indonesia. Apalagi banyak warga negara asing yang belajar bahasa Indonesia, khususnya warga Australia, bahkan bahasa Indonesia dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan sekolah-sekolah tertentu di Australia. Hal ini tentu menambah rasa bangga terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap kalah karena semakin banyak orang menggunakan kata-kata bahasa Inggris dalam ajarannya ketimbang kata-kata bahasa Indonesia..
Orang-orang dengan mudah mengganti kata-kata bahasa Indonesia yang sudah cukup jelas maknanya dengan kata-kata asing, atau malas mencari padanan kata asing yang belum ditemukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Para pengamat bahasa khawatir kalau bahasa Indonesia akan semakin tercemar dan tidak dihormati lagi. Kalau keadaan ini berlanjut, suatu saat masyarakat Indonesia akan berbicara dalam bahasa Inggris dengan hiasan beberapa kata Indonesia. Kita mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa asing agar terlihat lebih keren.
Tami, mahasiswa Jurusan Sistem Komputer Universitas Gunadarma menuturkan. Menurutnya, bahasa Indonesia kedudukan masih dianggap penting karena kita masih tinggal di Indonesia. “Mereka-mereka yang berminat mempelajari bahasa asing biasanya karena mereka mempunyai minat untuk prospek kerja ke depan,” tambahnya. Masih menurut Tami, penggunaan bahasa itu disesuaikan dengan tempat dan dengan siapa dia berkomunikasi, dan biasanya untuk mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari daerah Betawi yang berkuliah di Jakarta, mereka menggunakan bahasa Betawi untuk berkomunikasi dengan teman-temannya, tapi kalau untuk kepentingan yang lain saya menggunakan bahasa Indonesia.
Pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) bahasa yang bertujuan untuk memperkokoh bahasa
Indonesia. Kita boleh menguasai bahasa internasional tetapi bukan berarti bahasa Indonesia dikesampingkan, malah kita sebagai warga Indonesia harus lebih melestarikan bahasa Indonesia dimana pun. Hal ini dilakukan semata-mata agar warga Indonesia selalu bangga akan bahasanya sendiri dan tidak akan pernah berfikir untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi nomor dua. Sebagai warga negara yang baik, hendaknya kita selalu memegang prinsip bahwa bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dan sebagai warga negara kewajiban kita adalah menjaga kelestarian dan kedudukan bahasa nasional kita, yakni bahasa Indonesia.{me_dkk}

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial